1. Perkembangan bahasa
Terdapat tiga teori pada perkembangan bahasa anak, yaitu: pandangan nativisme, pandangan behaviorisme dan pandangan kognitivisme.
a. Pandangan Nativisme
Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan kemampuan lingualnya yang secara genetik telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan mempunyai pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”.
Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merpakan sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu waktu singkat. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukpnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
b. Pandangan Behaviorisme
Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya ana dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan ang aktif di dalam proses perkembagan perilaku verbalnya.
Menurut Skinner (1969) kaidah gramatial atau kaidah bahasa adalah perilaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau berbicara, bukanlah karena “peguasaan kaidah (rule-governed)” sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor diluar dirinya.
c. Pandangan kognitivisme
Jean Piaget (1954) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara eberapa kemampuan yang erasal dari kematangan kognitif. Bahasa distukturi oleh nalar; maka perkembangan bahasa harus berlandas padaperubahan yang lebih mendasar dah lebih umum didalam kognisi. Jadi, rut-urutan perkembangan kognitif merupakan urutan perkembangan bahasa.
Chomsky pernah menyanggah konsep kognitivisme dari Piaget ini. Beliau mengatakan bahwa ekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak dan khas itu. Begitu juga lingkungan berbahasa tidak dapt menjelaskan struktur yang muncul di dalam bahasa anak. Oleh karena itu, menurut Chomsky bahasa (struktur/ kaidah) haruslah diperoleh secara alamiah.
Bagaimana hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget mengenai tahap paling awal dari perkmbangan intelektual anak. Tahap perkembngan dari lahir smpai usia 18 bulan oleh Piaget disebut sebgai tahap “sensori motor”. Pada tahap ini dianggap belum ada bahasa karena anak belum menggunakan lambag-lambang untuk menunjukkan pada benda-benda disekitarnya. Anak pada tahap ini memahami dunia melalui alat indranya(sensory) dan gerak kegiatan yang dilakukannya (motor).
2. Tahap Perkembangan Bahasa Anak
Bayi baru lahir smapai usia satu tahun lazim disebut dengan istilah infant artinya ‘tidak mampu berbicara’. Adapun tahap perkambangan bahasa bayi (kanak-kanak) dapat dibagi dua, yaitu:
a. Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahap ini dilalui bayi antara sejak lahir sampai kira-kira berusia 14 bulan, menjelang usia satu tahun, bayi sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vokal “aaa”, “eee”, dan “uuu” dengan maksud untuk menyatakan perasaan tertentu. Perkembangan dalam menghasilkan bunyi ini disebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui rangkaian-rangkaian tahap sebagai berikut:
1. Bunyi Resonansi
Bunyi yang paling umum yang edapat dibuat bayi adalah bunyi tangis. Disamping itu, adapula bunyi bukan tangis yang disebut bunyi “kuasi resonasi”. Bunyi ini belum ada konsonannya dan vokalnya belum sepenuhnya mengandung resonansi. Udara diembuskan ke luar melalui rongga hidung, sehingga bunyi itu “agak” berbunyi nasal.
2. Bunyi Berdekut
Bunyi berdekut adalah bunyi “kuasi konsonan” yang berlagsung dalam satu embusan napas, bersamaan dengan bunyi hambat antar velar dan uvular. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi konsnan belakang dan tengah dengan vokal belakang, tetapi tanparesonansi penuh. Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi [s] dan bunyi hambat velar yang mirip yang bunyi [k] dan [g].
3. Bunyi Berleter
Berleter adalah mengeluarkan bunyi terus menerus tanpa tujuan. Biasanya dilakukan oleh bayi yang berusia antara empat-enam bulan.
4. Bunyi Berleter Ulang
Tahap ini dilalui anak antara usia 6-10 bulan.konsonan yang mula-mula dapat diucapkan adalah bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup alveolar [t] dan [d], bunyi nasal [j], bunyinya belum sempurna dan pembentuknnya juga agak lambat. Namun, bunyi yang keluar pada waktu berleter dengan ulangan lebih mendekati bunyi orang dewasa dalam hal kualitas resonansi dan kecepatannya.
5. Bunyi Vokabel
Vokabel adalah bunyi yang hampir menyerupa kata, tetapi tidak mempunyai arti dan bukan merupakan tiruan dari orang dewasa. Vokabel ini terdiri dari empat macam, yaitu:
a. Satu vokal yang diulang
b. Nasal yang silabis
c. Frikatif yang silabis
d. Rangkaian konsonan vokal dengan/ tanpa reduplikasi, dan konsonannya berupa nasal atau bunyi hambat.
b. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervokebal dilanjutkan dengan keampuan mengucapkan kata,lalu mengucapkan kalimat sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna.
1. Kata Pertama
Kemampuan mengucapkan kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi, dan oleh kemampuan mengaitkan kata dengan benda yang menjadi rujukannya (de Vilers, 1979 dalam purwa 1989)
2. Kalimat Satu Kata
Kata pertama yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Leistimewaan kata-kata yang diucapkan anak biasanya dapat ditafsirkan sebagai sebuah kalimat yang bermakna. Jadi, bicara anak yang pertam kalinya mengandung makna adalah terdiri atas kalimat satu kata.
3. Kalimat Dua Kata
Yang dimaksud kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiridari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Kemampuan untuk menggabungkan dua kata ini dalam bentuk sebuah kalimat dikuasai anak menjelang usia 18 bulab.
4. Kalimat Lebih Lanjut
Setelah kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkambanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata, menurut Brown (1973) kontruksi kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil dari penggabungan atau perluasan dari kontruksi dua kata sebelumnya yang digabungkan.
Menjelang usia dua tahun anak rata-rata sudah dapat menyusun kalimat empat kata, yakni dengan perluasan, meskipun kalimat dua kata masih mendominasi korpus bicaranya.
3. Lateralisasi Selebral atau Penyebelahan otak tengah
Broca dan Wernicke menyatakan bahwa adanya spesialisasi atau semacam pembagian kerja pada daerah-daerah otak (korteks) serebrum manusia. Satu teori yang dapat ditarik secara jelas adalah bahwa belahan korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan pemahaman produksi bahasa alamiah. Dalam studi neurolinguistik hal ini disebut leteralisasi (lateralization).
Banyak pakar psikologi yang meragukan teori lateralisasi, oleh karena itu, Broca dan Wernickle melakukan eksperimen yang dilakukan terhadap otak yang normal. Berikut dikemukakan beberapa eksperimen yang pernah dilakukan untk menyokong teori lateralisasi itu, yaitu:
a. Tes Menyimak Rangkap (Dichotic Listening)
Hasil tes ini membuktikan bahwa telinga kanan (yang dilandasi oleh hemisfer kiri) peka terhadap bunyi-bunyi bahasa dibandingkan telngan kiri (yang dilandasi oleh hemisfer kanan).
b. Tes Stimulus Elektris (Electrical Stimulation of Brown)
Hasil tes ini menunjukkan bahwa leteralisasi hemisfer kiri untuk bahasa telah merupakan satu kenyataan yang tidak dapat dibantah.
c. Tea Grafik Kegiatan Elektis (Electris-Encephalo-Graphy)
Hasil tes ini membuktikan bahwa lateralisasi hemisfer kiri adalah untuk bahasa, sedangkan hemisfer kanan untuk fungsi-fungsi lain yang bukan bahasa.
d. Tes Wada (Tes Amysal)
Hasil tes ini membuktikan bahwa pusat bahasa berada pada hemisfer kiri.
e. Tes Fisiologi Langsung (Direct Physiological Technique)
Hasil tes ini membuktikan bahwa suara-suara bising terekam dengan baik pada emisfer kanan, sedangkan bunyi ujaran bahasa terekan dengan baik pada hemisfer kiri.[
f. Teknik Belah-Dua Otak (Bisected Brain Technique)
Pada teknik ini kedua emisfer sengaja dipisahkan dengan memotongkorpus kolosum (organ yang menghubungan kedua hemisfer kiri dan kanan) sehingga kedua hemisfer itu tidak mempunyai hubungan. Dengan ini hemisfer kiri tidak mengetahui apa yang dikerjakan oleh hemisfer kanan karena hubungan keduanya telah diputus.
4. Perbedaan Bahasa Hewan dan Bahasa Manusia
Perbedaan otak manusia dan mahluk lain bukan hanya pada besar danberatnya otak itu, melainkan juga pada fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya bisa disebut manusiawi, sedangkan pada otak hewan tidak ada. Karena ketidak adan fungsi-fungsi yang disebut manusiawi inilah maka hewan-hewan tersebut tidak dapat berbicara atau berbahasa. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa melihat banyak hewan seperti kuda, anjing, gajah dan sebagainya yang bisa melakukan perintah-perintah dari pawang atau pemiliknya yang diberikan dalam bentuk ujaran.jadi, tampaknya hewan-hewan itu “mengerti” bahasa manusia itu karena mereka bisa melakukan perintah-perintah yang diberikan.
Mengerti bahasa dan dapat berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih dalam sirkus memang mengerti bahasa, karena dia dapat melakukan perbuatan yang diperintahkan kepadanya. Namun, kemengertiannya itu sebenarnya bukanlah karena dia mengerti bahasa,melainkan hasil dari respon-respon yang dikondisikan (conditioned respons).
Menurut Chomsky kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru yang belum pernah didengar atau diucapkan orang. Maka bisa disimpulkan bahwa hewan-hewan itu tidak dapat berbahasa.
5. Kajian Mandiri
- Pemerolehan dan Pertumbuhan Bahasa Manusia
Dari buku yang pernah sya baca, yang berjudul “psikolinguistik (pengantar dan pemahaman bahasa manusia)” oleh Soejono Dardjowidjojo. Dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan dan pertumbuhan bahasa pada manusia terdapat pada beberapa tahap, yang mana tahap tersebut berhubungan dengan tiga komponen pada bahasa itu sendiri, yaitu: komponen fonologi, yang menjelaskan bahwa seorang anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyian pada umur sekitar 6 Minggu, komponen kedua, yaitu sintaksis, yang menjelaskan bahwa anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata, kemudian dua kata dan seterusnya. Komponen ketiga yaitu leksikon, yang menjelaskan anak pada mulanya hanya berbahasa dengan tangisan atau rengekan. Dan kemampuan anak dalam menguasai makna kata atau menentukan makna suatu kata dipengaruhi/ditentukan oleh lingkungannya. Jadi apabila anak tersebut tinggal di lingkungan yang terdidik, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang terdidik juga, begitu pula sebaliknya, apabila dia tinggal di lingkungan yang kurang terdidik, maka ia akan tumbuh dengan kurang terdidik pula.
Daftar Pustaka
Dardjowidjojo, soejono. 2008, Psikolinguistik (pengantar dan pemahaman bahasa
manusia); Jakarta, yayasan obor indonesia.
Chaer, abdul. 2003. Psikolinguistik (kajian teoretik); Jakarta, PT. Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar